JAKARTA - Nama Aguan alias Sugianto Kusuma, taipan properti yang disebut-sebut sebagai salah satu "Ketua 9 Naga," kembali menjadi perhatian publik.
Kali ini, pengusaha yang memimpin Agung Sedayu Group itu diduga terlibat dalam pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer di perairan Tangerang.
Pagar laut ini dituding sebagai langkah awal untuk reklamasi terselubung yang merugikan lingkungan dan mematikan mata pencaharian nelayan setempat.
Rekam jejak Aguan yang penuh kontroversi di dunia bisnis, khususnya dalam proyek reklamasi, semakin memperkuat dugaan keterlibatannya dengan pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang.
Tidak hanya itu, belakangan juga terungkap bahwa pagar laut sepanjang 30 km tersebut juga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan izin Hak Guna Bangunan (HGB).
SHM dan HGB tersebut juga diketahui terafiliasi dengan Agung Sedayu Group.
Lantas bagaimana rekam jejak Aguan? Benarkah Aguan menginisiasi pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang untuk reklamasi?
Melansir laman Wikipedia, Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group yang memiliki nama asli Sugianto Kusuma.
Sugianto Kusuma alias Aguan lahir di Palembang, 10 Januari 1951.
Berkawan dengan pengusaha Tomy Winata, Aguan juga kerap dijuluki sebagai satu di antara 9 Naga.
istilah 9 Naga muncul pada era Orde Baru, di mana pengusaha dan pemerintah terlibat dalam hubungan yang saling menguntungkan.
Sebenarnya Aguan masuk dalam 9 Naga meski namanya tidak muncul di literasi internet.
Aguan dikenal sebagai bos Pantai Indah Kapuk dan Agung Sedayu group.
Nama lengkap Aguan adalah Aguan Sugianto atau Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.
Pada 2018, Globe Asia mengestimasikan total jumlah kekayaan Aguan adalah US$ 970 juga atau sekitar Rp 15,8 triliun jika dihitung menggunakan kurs dolar AS saat ini.
Aguan dikenal sebagai 'guru' bagi beberapa pengusaha lainnya yang juga telah terkenal dan mengakar bisnisnya di Indonesia.
Di forum Kaskus, Aguan digelari Godfather dan sangat dekat dengan Tomy Winata, bos Grup Artha Graha.
Rekam Jejak Aguan
Seperti orang Tionghoa pada umumnya, keluarganya tinggal dari daerah ke daerah.
Dia tercatat pernah tinggal di Palembang dan sekolah di Sekolah Menengah Tionghoa Jugang Zhongxue, sebelum akhirnya pindah ke Jakarta pada 1965.
Sejak muda, Aguan telah menunjukkan ketertarikan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan.
Aguan di usia mudanya adalah sosok yang dikenal cerdas dan mudah bergaul dengan banyak orang bahkan yang usianya terpaut jauh darinya.
Pada tahun 1965, Aguan memilih merantau ke Jakarta dan mulai bekerja di salah satu toko kelontong di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara.
Aguan kemudian menjadi penjaga gudang dan pembantu di kantor perusahaan impor.
Kinerja yang baik membuatnya naik jabatan menjadi pengurus administrasi perusahaan.
Namun, titik balik kehidupan Aguan terjadi saat berkenalan dengan pemborong bahan bangunan.
Perkawanannya itu membuat Aguan belajar tentang bisnis properti dan bangunan.
Dari situ Aguan yang masih berusia 20 tahun berani membangun bisnis sendiri pada 1971.
Kala itu Aguan nekat mendirikan perusahaan kontraktor yang menjadi cikal bakal Agung Sedayu Group.
Proyek pertamanya adalah pembangunan rumah toko (ruko) di kawasan Mangga Besar, Jakarta.
Keyakinan Aguan untuk terjun ke sektor properti semakin mantap karena perputarannya yang cepat.
Sekalipun harga unit properti tergolong mahal, tapi nilainya akan terus naik. Yang paling penting, dalam jual beli properti, tidak berlaku sistem utang layaknya ekspor impor.
Berawal dari jual beli ruko, perusahaan yang Aguan rintis sejak tahun 1971 mengalami kemajuan pesat menjadi jawara properti domestik.
Sesuai dengan nama Agung Sedayu yang mengandung makna megah, memesona, penuh keindahan dan kedamaian.
Bisnis properti Aguan dikenal sebagai properti inovatif dengan ekosistem lengkap yang menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berkualitas. Mulai dari kota mandiri, superblok, low-rise and high-rise apartment, perkantoran, hingga hotel dan resor.
Saat memulai bisnis, Aguan cukup beruntung karena iklim politik dan ekonomi Orde Baru sangat bagus.
Alhasil, bisnisnya pun berkembang pesat. Hanya dalam kurun 10 tahun, berbagai proyek konstruksi pun dikerjakannya setelah menggarap proyek pertama, yakni Harco Mangga Dua.
Keberhasilan itu kemudian menjadi portofolionya untuk mengembangkan sayap.
Menurut Leo Suryadinata dalam Prominent Indonesian Chinese Biographical Sketches (2015:108), saat berupaya menggarap properti lain dia berkenalan dengan Tommy Winata (TW).
TW juga pengusaha Tionghoa yang bergerak di sektor perbankan dan properti. Karena punya kesamaan inilah, keduanya bekerjasama.
Seiring waktu, 'duet maut' ini melahirkan kawasan real estate besar seperti Pantai Indah Kapuk (PIK), Kelapa Gading, bahkan kawasan perkantoran elite, yakni SCBD Sudirman.
Penciptaan kawasan bisnis ini jelas membuat Agung Sedayu semakin besar dan namanya semakin dikenal.
Begitu pula dengan TW lewat konglomerasi Artha Graha Network. Keduanya otomatis mendapat cuan melimpah pula.
Belakangan, bisnis properti Agung Sedayu Group pun semakin besar.
Dalam laman resmi perusahaan, tercatat ada 57 properti Aguan di bawah bendera Agung Sedayu yang tersebar di Jabodetabek.
Selain itu, sejak tahun 2021, bisnis Aguan pun semakin berkembang. Dia tidak lagi hanya menggeluti bisnis properti.
Melalui PT Multi Artha Pratama (MAP), perusahaan yang dimiliki langsung oleh konglomerasi Agung Sedayu Group (ASG).
Kemudian, dia masuk ke emiten kaleng dan kemasan, PT Pratama Abadi Nusa Tbk. (PANI).
Hingga kini, tidak diketahui pasti berapa kekayaan Aguan.
Namun, apabila melihat pada banyaknya properti tersebar di Jabodetabek yang dikenal dengan harga fantastis, sudah pasti kekayaan Aguan juga melimpah.
Meski begitu. kekayaan tak membuat Aguan terlena. Dia seperti mayoritas orang kaya lain juga aktif di bidang filantropis.
Aguan dan istrinya Lin Liping, disebut Leo Suryadinata, telah berkontribusi besar membantu masyarakat miskin di Jakarta.
Aguan seorang dermawan yang aktif dalam Yayasan Budha Tsu Chi sejak awal berdiri hingga sekarang.
Kilas balik Aguan juga diketahui memiliki posisi sebagai wakil komisaris utama di PT Bank Artha Graha sejak tahun 1990 hingga 1999.
Pada 2004, ia bergabung dengan PT Bank Inter-Pacific Tbk.
Baru-baru ini, Agung Sedayu Group (ASG) juga terlibat dalam proses pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, bersama perusahaan Salim Group milik Anthony Salim.
Nama Aguan juga identik dengan Yayasan Buddha Tzu Chi bersama dengan bos Grup Sinar Mas, Franky Oesman Widjaja. Yayasan Buddha Tzu Chi merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan. Di sana Aguan menjabat sebagai wakil ketua lembaga tersebut bersama Franky Oesman Widjaja.
Aguan Sugianto Kusuma menjadi bagian dari 10 pengusaha yang akan berinvestasi di IKN dengan total investasi senilai Rp 40 triliun.
Dengan mengalokasikan dananya untuk berinvestasi melalui pembangunan IKN, ia dapat menciptakan pusat ekonomi baru di wilayah Kalimantan.
Dampaknya akan memberikan manfaat yang semakin baik bagi masyarakat secara luas.
Selain terkenal sebagai pengusaha sukses di balik Agung Sedayu Group, Aguan merupakan Presiden Komisaris PT Jakarta International Hotels and Development Tbk (JIHD.IJ) dan Wakil Komisaris Utama PT Bank Artha Graha Internasional Tbk (INPC.IJ).
Saat ini, Aguan menjabat sebagai Presiden Direktur PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI.IJ), salah satu pengembang properti yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2) yang memiliki bank tanah mencapai 1.876 ha di Kabupaten Tangerang, Banten.
Terlepas dari masalah yang dihadapinya terkait proyek, Aguan juga dikenal luas sebagai seorang filantropis yang memiliki kontribusi besar dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan, terutama melalui keterlibatannya dengan Yayasan Tzu Chi Indonesia dan ASG untuk Indonesia.
Awal Mula Agung Sedayu Dikaitkan dengan Pagar Laut
Pagar laut sepanjang 30 kilometer membentang di sepanjang pantai utara Tangerang, membelah lautan dengan diam yang mencekam.
Keberadaan pagar laut di Tangerang dan Bekasi hingga saat ini telah menimbulkan polemik dan kontroversi.
Namun belakangan nama pengembang PIK 2, Agung Sedayu Group dikaitkan dengan keberadaan pagar laut tersebut.
Nama Agung Sedayu muncul setelah ada nelayan setempat yang keceplosan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta nasional.
Seorang nelayan asal Serang utara, Banten, bernama Kholid, "keceplosan" menyebut nama pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang.
Awalnya, Kholid menanyakan kepastian undang-undang mengenai pengaturan kelautan berkaitan dengan adanya pagar misterius sepanjang 30 kilometer.
Ia menegaskan, segala hal berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut, harus mengantongi izin. Sekalipun, pemanfaatan itu dilakukan oleh masyarakat setempat.
"Kalau misalnya jelas undang-undangnya, aturannya, di kelautan itu seperti apa."
"Anggap saja misalnya, walaupun menurut saya itu nggak rasional, yang (membuat pagar laut) mengatasnamakan nelayan Pantura segala macam, ini sudah melanggar hukum," kata Kholid dalam wawancara bersama tvOneNEws, Minggu (12/1/2025), dikutip Tribunnews.com.
"Yang namanya melakukan pemanfaatan ruang laut, harus ada izin, anggaplah masyarakat (yang membuat pagar laut), kan harus ada izinnya, ada undang-undangnya."
"Dan itu (membuat pagar laut tanpa izin) sudah melanggar, walau siapapun itu (yang membuat), sekalipun masyarakat," urai dia.
Lebih lanjut, Kholid menyebut nama tiga nama yang diduga merupakan pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang.
Tiga nama itu adalah Aguan, serta dua sosok yang disebut Kholid sebagai anak buah Aguan, yaitu Ali Hanafiah dan Engcun.
Sayang, pernyataan Kholid mengenai sosok tersebut lantas dipotong presenter dan dialihkan kepada Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Humas, Doni Ismanto.
"(Saat) ramai berita tentang masyarakat pantura swadaya memasang pagar laut itu, ketika muncul (pemberitaan), ada pelaku pemagaran anak buahnya Aguan, (yaitu) Ali Hanafiah dan Engcun," ungkap Kholid.
Tapi yang jelas, keberadaan pagar laut ini memicu ketegangan di kalangan masyarakat pesisir dan nelayan.
Keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer ini dikeluhkan oleh para nelayan karena tangkapan ikan berkurang.
Para nelayan yang sehari-harinya bergantung pada laut kini terhalang, terkepung oleh struktur yang lebih menyerupai penghalang daripada pelindung.
Kehadiran pagar bambu tersebut menjadi tanda tanya besar bagi nelayan, yang merasa akses mereka terhadap laut dibatasi.
Bukan hanya sebagai penghalang fisik, pagar ini juga berdampak pada kehidupan ekonomi dan ekosistem yang mereka andalkan.
SHM dan HGB Pagar Laut Terafiliasi Agung Sedayu Group
Setelah lebih dari sepekan berpolemik, akhirnya misteri keberadaan pagar laut sepanjang 30 Km di Tangerang mulai menunjukkan titik terang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kini mengonfirmasi bahwa area pagar laut di Tangerang, Banten, memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM).
Hal ini merespons penelusuran warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN yang menemukan bahwa kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata bersertifikat HGB.
"Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak sosmed (media sosial)," kata Nusron, dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Senin (20/1/2025).
Menurut dia, sertifikat HGB itu berjumlah 263 bidang.
Selain HGB, terdapat pula SHM sebanyak 17 bidang.
Lantas, siapa pemilik sertifikat HGB dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang itu?
Apakah termasuk perusahaan terafiliasi Agung Sedayu Group?
Nusron kemudian merinci daftar pemilik HGB di Pagar Laut di Tangerang.
Sertifikat HGB terkait pagar laut tersebut berjumlah 263 bidang yang dimiliki beberapa perusahaan.
Di antaranya yakni, PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa (CISN) sebanyak 20 bidang, dan Perorangan sebanyak 9 bidang.
Selain itu, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan pagar laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang.
Namun, Nusron tidak menyebutkan siapa pemilik masing-masing perusahaan di atas.
"Kalau saudara-saudara ingin tanya siapa pemilik PT tersebut, silakan cek ke Administrasi Hukum Umum (AHU), untuk mengecek di dalam aktanya," ujarnya.
PT CISN sendiri merupakan entitas anak usaha dari pengembang PIK 2 yaitu PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) milik konglomerat Sugianto Kusuma atau Aguan yang memiliki Agung Sedayu Group.
Mengacu pada laporan keuangan PANI periode Kuartal III/2024, tercatat PANI memiliki 88.500 lembar saham atau sekitar 99,33 persen saham di PT CISN.
Tidak hanya itu, PT Intan Agung Makmur ternyata juga terafiliasi dengan Agung Sedayu Group.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga keberadaan pagar bambu sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang merupakan upaya reklamasi terselubung.
Deputi Eksternal Walhi Nasional, Mukri Friatna, mengatakan, pembangunan pagar bambu itu mengindikasikan adanya investasi besar di balik proyek tersebut.
“Tidak mungkin orang dengan modal kecil berani memasang pagar sepanjang itu. Skala ini jelas melibatkan pihak besar,” ujar Mukrin Friatna saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2025).
Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang.
Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030.
Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang.
Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030.
"Jadi dalam rencana pembangunan jangka panjang Kabupaten Tangerang itu sampai dengan 2030 itu memang sudah diarahkan untuk direklamasi," kata dia.
Mukrin menilai dugaan proyek reklamasi itu didahulukan hanya demi kepentingan investor.
Padahal, kata Mukrin, ruang terbuka hijau (RTH) di Tangerang sendiri hanya ada 0,1 persen dari total luas Tangerang, yaitu 103.000 hektar.
Oleh sebab itu, menurutnya, pemerintah harus lebih mendahulukan RTH dibandingkan reklamasi yang dinilai hanya sebagai kepentingan investor saja.
"Jelas-jelas di depan mata perbandingannya adalah ruang terbuka hijau. Masa iya enggak naik-naik dari 0,1 persen dari total luas Tangerang itu 103.000 hektar, yaitu cuma ada 13 hektar untuk ruang terbuka hijau," jelas dia.
Selain itu, keberadaan pagar bambu tersebut dinilai merugikan nelayan kecil yang terpaksa menempuh jarak lebih jauh hingga 10 kilometer untuk menangkap ikan.
“Nelayan tradisional paling terdampak. Mereka kehilangan akses ke area tangkap utama karena pagar ini,” kata Mukrin.
Karena itu, dia meminta kepada Pemerintah daerah dan pusat untuk segera menindak proyek tersebut, termasuk merubuhkan pagar bambu dan membatalkan rencana reklamasi dalam revisi tata ruang tahun 2025.
“Jika proyek ini terus berjalan, kawasan mangrove seluas 1.500 hektare akan hancur, dan kehidupan masyarakat pesisir akan semakin terancam,” ucap dia. I trb
COMMENTS